CSR

“Do not walk behind me,

I may not lead.

Do not walk in front of me,

I may not follow.

Just walk beside me and

be my friend.”

 

PENGANTAR

Pada saat ini tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) semakin dipahami oleh beragam pemangku kepentingan. Dikalangan internal perusahaan, CSR mendapatkan penerimaan dan diintegrasikan dalam operasi bisnis perusahaan. Pada sisi lain, kerangka peraturan (UU tentang Perseroan Terbatas, UU tentang Penanaman Modal, UU tentang Lingkungan Hidup) telah membuat CSR menjadi sebuah kewajiban perusahaan. Meski demikian, para pengambil kebijakan di Indonesia juga telah mengambil langkah maju dengan menetapkan biaya CSR sebagai komponen biaya operasi yang mengurangi pajak (tax deductable policy). Apakah hal ini akan berdampak terhadap keberlangsungan perusahaan dan efektivitas CSR masih perlu untuk dikaji.

Bagi setiap pelaku usaha di Indonesia, setidaknya terdapat lima hal yang perlu diperhatikan.

  1. Tata pemerintahan. Tata pemerintahan di Indonesia sedang dalam proses pematangan. Dalam proses tersebut, terdapat tegangan antara pusat dan daerah, antara satu pemerintah dengan pemerintah berikutnya, dan antara satu sektor dengan sektor lainnya. Karena itu pelaku usaha perlu memiliki pemahaman dan kemampuan advokasi yang memadai.
  2. Tata ekonomi. Ekonomi Indonesia masih merupakan ekonomi dualistik dimana gerdapat ekonomi formal dan informal. Ekonomi informal didominasi pelaku usaha mikro yang mencapai lebih dari 98%. Ekonomi informal ini perlu untuk diintegrasikan kedalam model bisnis untuk menjembatani kesenjangan.
  3. Tata masyarakat. Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap hak-hak dasar dan lingkungan membuat masyarakat semakin kritis terhadap berbagai hal. Masyarakat juga semakin terhubung dan mampu untuk mengorganisir diri lebih baik. Kondisi ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi pelaku ekonomi.

Pengalaman Amerta dalam melaksanakan kegiatan CSR bersama para mitra menunjukan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian.

  1. Pintu masuk. CSR perlu menetapkan pintu masuk

yang tepat. Pintu masuk dapat berupa isu atau program maupun kelompok sasaran. Pintu masuk yang tepat akan membangun pondasi bagi kegiatan CSR selanjutnya.

  1. Jalan keluar. Pelaku usaha perlu sejak awal menyusun strategi jalan keluar bagi program CSR yang dilaksanakan. Program CSR yang baik adalah

yang pada waktunya tidak diperlukan lagi.

  1. Jendela kesempatan. CSR perlu membuka jendela kesempatan bagi penerima manfaat untuk menjadi

entitas yang mandiri dan berdaya. Kesempatan yang tidak hanya terbatas pada pelaku usaha tetapi mengintegrasikan penerima manfaat dengan sistem ekonomi seperti akses keuangan, pasar, dan informasi

  1. Pondasi kolaborasi. Praktik CSR perlu dipastikan tidak membangun eksklusifitas, sebaliknya sejak awal perlu meletakkan pondasi kolaborasi dengan

pemangku kepentingan lain. Kolaborasi merupakan hasil akhir dari berkembangnya kesadaran bersama, kesediaan berbagi tanggung jawab dan sumber daya. Dalam kolaborasi juga perlu dibangun kelembagaan dan tata kelola yang baik (good governance).

Catatan akhir untuk melaksanakan CSR secara efektif dan proaktif adalah 3R, yaitu

  • Right personnel. Pastikan orang yang kompeten dan sesuai untuk bertanggung jawab.
  • Robust partner. Mitra kerja perusahaan dalam melaksanakan CSR perlu memiliki pengalaman

lapangan dan kapasitas untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis tanpa mengabaikan tujuan yang disepakati.

  • Regular review. Praktik CSR perlu direview secara reguler untuk bisa disesuaikan dengan dinamika lapangan dan operasi bisnis perusahaan.

 

Selamat membaca.

 

DOWNLOAD:

 

download

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here