Pemerintah Propinsi Jawa Tengah selekasnya menerbitkan rancangan ketentuan daerah perihal pengelolaan dana corporate sosial responsibility (CSR).
Langkah itu di ambil lantaran Pemprov Jateng memerlukan pertolongan dana CSR perusahaan untuk membiayai infrastuktur, yang tidak seluruhnya dapat ditutup oleh APBN ataupun APBD.
Asisten III bagian Kesejahteraan Rakyat Pemprov Jateng Djoko Sutrisno menyampaikan, Pemprov Jateng menggagas supaya CSR ditata dalam raperda. Sekarang ini, raperda CSR masih tetap dibicarakan di tubuh legislasi DPRD Jateng.
Dalam raperda itu, setiap perusahaan disuruh untuk dapat tumbuh dengan cara berkepanjangan dengan menyeimbangkan nilai keuangan, sosial, serta lingkungan. Dana CSR dari perusahaan atau dari BUMN atau BUMD didorong untuk dapat lebih terukur serta bersinergi dengan pemerintah daerah.
” Nanti, Pemprov memetakan daerah kemiskinan mana saja yang tidak dibiayai APBD/APBN. Bila tidak ada cost, program ingintasan kemiskinan di tawarkan pada dunia usaha lewat dana CSR, ” tutur Djoko di Semarang, Selasa (7/10/2014).
Pengeluaran dana CSR perusahaan, kata Djoko, atas perintah undang-undang perseoran terbatas. Dana CSR diambilkan dari cost sistem produksi perusahaan, dimana yang memikul yaitu customer, bukanlah perusahaan.
Pemprov Jateng mengharapkan supaya dana CSR dapat dikeluarkan oleh setiap perusahaan sesuai sama perintah UU. ” Di Jawa barat serta Jawa timur, dana CSR telah diarahkan serta semakin banyak faedahnya. Di Jateng, CSR belum difasilitasi. Serta ada banyak perusahaan yang belum menyalurkan dana CSR. Saya belum tahu argumen perusahaan tidak ingin mengeluarkan CSR, apakah tak yakin atau apa. Namun, kita mau mengarahkan saja, ” papar Djoko.
Sekarang ini, di Jawa Tengah ada 660. 000 perusahaan. Dari jumlah itu, perusahaan menengah ke atas cuma sejumlah 3. 000 perusahaan.