Saat ini Corporate Social Responbility (CSR) berkembang pesat seiring meningkatnya kepedulian dunia usaha terhadap masyarakat dan lingkungan. CSR merupakan wujud komitmen dunia usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas (WBCSD, 1995). Dalam perkembangannya, CSR menjadi tolok ukur akan tanggung jawab sosial yang menentukan reputasi perusahaan di mata publik.

Salah satu aspek penting dari CSR adalah potensinya untuk mendanai program-program pemberdayaan masyarakat. Di Indonesia, sumber-sumber pendanaan untuk program pemberdayaan masyarakat terdiri dari pendanaan pemerintah, pendanaan publik dan pendanaan privat (swasta). Keberadaan sumber pendanaan bagi program pemberdayaan masyarakat merupakan faktor penting sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, sebuah paradigma pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saai ini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (WECD, 1987). Arah dan ukuran keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan sangat ditentukan seberapa besar irisan sinergis yang dilakukan oleh tiga pelaku pembangunan, yaitu pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan dalam konteks demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.

CSR sendiri pada dasarnya merupakan salah satu bentuk upaya dunia usaha dalam peningkatan kualitas masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut tergambar dari mulainya terjadinya pergeseran paradigma dalam pengelolaan CSR, yang semula lebih banyak bersifat philanthropy (bantuan kemanusiaan yang bersumber dari nilai kedermawanan) menuju aspek-aspek pemberdayaan masyarakat yang lebih luas dan berdimensi jangka panjang. Peran masyarakat sipil dalam pembangunan lebih banyak dimotori oleh organisasi masyarakat sipil atau civil society organization (CSO). Ketika kesadaran atas peran masyarakat sipil menjadi sebuah kebutuhan penting, ternyata keberadaan CSO masih mengandung berbagai persoalan mendasar, di antaranya kesenjangan pendanaan kerja jangka panjang, masih lemahnya kapasitas dan struktur kelembangaan, serta eksklusivitas kerja CSO yang minim inisisatif untuk bersinergi dengan pelaku pembangunan lain.

Hal yang paling menonjol adalah ketergantungan CSO yang masih sangat bersandar pada pendanaan lembaga donor (terutama dari lembaga donor asing). Hal ini jelas menyebabkan CSO memiliki keterbatasan dalam mengembangkan program yang berbasiskan konteks kebutuhan lokal dan berdimensi jangka panjang. Kini, CSO dihadapkan pada penurunan ketersediaan dukungan pendanaan dari lembaga donor asing. Berbagai inisiatif kreatif dan inovatif dalam pemberdayaan masyarakat dan lingkungan terancam tidak mendapatkan dukungan yang berkelanjutan. Sinergi CSO dan dunia usaha, khususnya melalui pengelolaan CSR, merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan kerangka kemitraan masa depan dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Source: http://keuanganlsm.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here