BRIEF NOTE
Issue 17, 2015
AMERTA Social Consulting & Resourcing
Jl. Pulo Asem Utara Raya A20, Jati, Pulogadung, Jakarta 13220
Website: www.amerta.or.id
Ph: 62-21-29833288; Fax: 62-21-4719005
Dalam kegiatan CSR, peningkatan kompetensi merupakan elemen penting dan seringkali merupakan kegiatan utama. Beberapa bentuk kegiatan peningkatan kompetensi adalah pelatihan, pemagangan, maupun penugasan. Untuk dapat melaksanakan peningkatan kompetensi secara efektif, kita perlu memahami terlebih dahulu komponen-komponen pembentuk kompetensi.
Kompetensi terdiri dari tiga komponen utama yang dapat diringkas menjadi KAS, yaitu Knowledge (pengetahuan), Attitude (sikap), dan Skill (Ketrampilan). Ketiga komponen tersebut harus bersama-sama ada agar kompetensi dapat berkembang.
Orang dengan pengetahuan yang memadai dan skill yang cukup tidak akan dianggap kompeten bila tidak memiliki sikap yang sesuai dengan kompetensi tersebut. Sebagai contoh pedagang makanan di pasar dapat membuat makanan dengan baik dan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk mengelola usahanya, akan gagal mengembangkan usaha bila tidak memiliki sikap yang sesuai untuk berhubungan dengan pembeli, atau tidak memiliki kedisiplinan untuk mengelola keuangan.
Kompetensi dapat dikembangkan tidak melalui proses ‘sekali jadi’ namun melalui proses panjang yang membutuhkan waktu dan konsistensi dalam mengembangkannya. Karena itu proses pengembangan kompetensi memerlukan waktu yang cukup dan membutuhkan kombinasi beberapa metode pengembangan seperti pelatihan yang dapat dilanjutkan dengan pemagangan dan pendampingan. Agar proses pengembangan dapat dilaksanakan secara efektif, maka perlu dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman (experience based learning).
Pembelajaran berbasis pengalaman adalah bagian dari pendidikan orang dewasa (POD) yang mengenali bahwa partisipan yang terlibat dalam proses adalah orang yang memiliki pengalaman yang dibentuk oleh konteks sosial budaya selama dia hidup. Kita tidak dapat mengisi ‘cangkir yang sudah penuh’ karena akan tumpah. Kita tidak juga bisa berasumsi orang akan ‘mengosongkan cangkir yang sudah penuh.’ Yang dapat kita lakukan adalah memberikan ‘bahan tambahan’ kepada air yang ada di cangkir sehingga memberikan rasa dan manfaat yang lebih.
Pembelajaran berbasis pengalaman pada dasarnya adalah sebuah siklus yang secara bertahap mengembangkan komponen pengetahuan, sikap, dan ketrampilan melalui proses ‘hadap masalah’ ketika mengaplikasikan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari. Mekanisme ini terdiri dari lima bagian yang membentuk sebuah siklus pembelajaran.
Kelima bagian tersebut adalah:
- Mempergunakan pengalaman peserta sebagai titik awal proses pembelajaran. Pengalaman peserta sebagai individu, keluarga, maupun komunitas dikumpulkan dan dikelompokan menjadi pengetahuan dasar dari peserta peningkatan kapasitas.
- Pengalaman tersebut kemudian diamati. Apa yang menyebabkan tanaman yang ditanam tidak berhasil? Apa yang menyebabkan ternak dan ikan yang dipelihara banyak yang sakit? Mengapa produk yang dibuat pengrajin tidak mendapatkan harga yang tinggi? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah bagian dari pengamatan untuk diketahui apa yang menjadi penyebab, apa dampaknya bila terus dibiarkan, serta hal-hal apa yang mempengaruhi.
- Pengayaan adalah tahap dimana peserta melihat hal-hal lain yang dapat menjadi masukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari pengamatan. Pengayaan dapat dilaksanakan melalui
- Sharing pengalaman
- Tukar menukar informasi, pengetahuan, dan pengalaman
- Mengamati orang lain melaksanakan kompetensi yang serupa
- Perencanaan merupakan tahap yang mendorong peserta untuk mempergunakan hasil pengayaan berupa pengetahuan yang lebih luas, kesadaran sikap baru yang diperlukan, dan ketrampilan lebih tinggi yang didapatkan untuk membuat rencana perbaikan dari berbagai hal yang selama ini dilaksanakan. Perencanaan ini sedapat mungkin spesifik, terukur, dan relevan dengan praktek keseharian masyarakat.
- Pelaksanaan merupakan tindak lanjut dari perencanaan dimana partisipan melaksanakan rencana yang disusun secara konsisten. Pelaksanaan akan lebih mudah dilaksanakan bila terdapat mekanisme untuk secara rutin memeriksa konsistensi pelaksanaan dibandingkan dengan rencana yang disusun.
Pengembangan kompetensi merupakan tema yang tidak hanya relevan untuk para penerima manfaat yaitu komunitas lokal tetapi juga pihak internal perusahaan/organisasi. Praktisi CSR perlu memperhatikan dengan seksama konteks dimana kompetensi tersebut berada. Seringkali kompetensi berkelindan dengan kebutuhan akses, infrastruktur, ataupun kelembagaan menjadi sebuah jejaring. Menarik satu titik dari jaring tersebut akan juga menarik titik-titik yang lain. Ini menyebabkan CSR bukan sebuah proyek, pun juga bukan program. CSR adalah sebuah perjalanan, mari menikmatinya.
DOWNLOAD BRIEF NOTE Issue 16, 2015
Riza Primahendra adalah salah satu pendiri sekaligus konsultan pada AMERTA. Sejak 1999 terlibat dalam kegiatan CSR dan pembangunan sosial, pengembangan strategi, pengelolaan dan pengembangan SDM, serta manajemen rantai suplai pada beragam lembaga publik, lembaga sosial, dan perusahaan. Selama beberapa tahun terakhir aktif di sektor energi. Kontak: rizaprimahendra@gmail.com